Wanita itu
duduk diberanda rumahnya. Menatap ke arah jalan raya. Ia duduk di sebuah kursi
kayu jati, kursi itu memang menjadi tempat favoritnya ketika ia menunggu
kekasihnya. Setiap malam minggu tiba. Gana selalu datang membawakan roti pisang
atau makanan ringan yang disukai oleh kekasihnya. Gana selalu bilang kepada
kekasihnya, “Roti dan pisang itu adalah sepasang yang unik, sama seperti kita,
Zustika. Aku roti dan kamu pisang.”
Segala sesuatu yang Zustika ingin, pasti
Gana selalu mengabulkannya. Sepertinya memang begitu sifat lelaki itu, ia
sangat menghargai kekasihnya. Gana tak akan tega jika menolak keinginannya. Tak
heran kalau teman-teman Gana memberi gelar budak
cinta. Namun, pada dasarnya memang Gana orang yang selalu baik. Dia tak
pernah marah ketika kekasihnya terlalu egois. Banyak juga yang membicarakan
hubungan mereka dikampus. “Pasangan paling aneh.” Kata mereka. Zustika
Tamara wanita paling egois, dan Gana
Baskara Putra pria yang terlalu baik pada pasangannya.
****
“Halo,
sayang.”
“Kamu
sekarang kerumah aku deh, cepat ya, aku tunggu.”
“Ada apa?
Kamu kenapa?”
“Pokonya,
kamu harus kesini sekarang!”
“Tapi Zus,
aku baru saja mau mengerjakan skripsiku. Bulan depan aku sudah harus selesai,
kamu harus--”
Zustika menutup telfonnya. Ia tahu,
kekasihnya Gana tidak akan menolak kemauannya. Sesibuk apa pun dia. Gana selalu
menuruti keinginannya.
Meski Zustika egois, ia sebenarnya sangat
menyayangi kekasihnya. Keegoisannya yang terkadang berlebihan itu, ada maksud
dimana ketakutan hatinya, ketakutan ketika dimana Gana tidak lagi perduli
dengan dirinya. Ia egois, banyak melarang tentang apa-apa yang ingin dilakukan
Gana. Namun, Gana pernah bilang kepadanya; kenapa ia memilih tetap bertahan
walaupun ia tahu bahwa kekasihnya jauh dari kata dewasa. “Bagaimana pun kamu,
serumit apa pun keinginanmu, seegois apapun dirimu, bahkan semanja apapun
dirimu. Aku tetap mencintaimu. Aku akan tetap ada disampingmu. Yang terpenting
adalah kamu tetap setia, jangan mengingkarinya. Aku akan selalu ada untukmu.
Sampai kapan pun.”
Walaupun Zustika egois, ia tetap akan
bertahan. Gana akan selalu menjaga dirinya, pun akhirnya Zustika berjanji bahwa
dirinya tidak akan mengingkari kesetiannya. Bahkan ada banyak lelaki yang datang
kepada dirinya, lebih tampan dari Gana. Tentu lebih kaya darinya. Namun, tanpa
sedikit pun Zustika mau menduakan kekasihnya. Seandainya ia mau, ia bisa saja
melakukannya. Namun sayangnya Zustika sudah terlalu sayang kepada Gana. Ia pun
percaya, banyak lelaki yang lebih tampan dari Gana, banyak yang lebih kaya dari
Gana. Tetapi, tak ada satupun yang bisa mengalahkan ketulusan Gana kepada
dirinya.
Zustika pernah berkata pada Gana, “Kalau
aku terlalu egois, kamu marahi saja aku.” Tetapi Gana malah tersenyum, sambil
mengelus kepala kekasihnya. Tanpa menjawab perkataanya sekalipun. Zustika
bahkan meminta Gana untuk marah padanya. Zustika pernah membuatnya kesal.
Bahkan ia pernah meminta membawakan makanan pada tengah malam. Dan Gana datang
membawakan apa yang ia inginkan.
Ketika Zustika bertanya, “Kenapa kamu
datang membawakanku sekotak roti pisang? Kenapa kamu tak marah padaku?” Dia
hanya tersenyum sambil berkata, “Marah itu bisa mengurangi rasa cintaku padamu,
Zustika. Karena aku tidak ingin cintaku berkurang untukmu, bahkan yang ada aku
ingin rasa cintaku ini semakin bertambah kepadamu. Setiap detik, setiap hari,
setiap minggu, setiap tahun kalau bisa rasa cintaku ini akan terus bertambah
untukmu. Aku memilihmu jadi pacar dengan rasa cinta. Apapun aku lakukan, selama
aku mampu. Jadi, untuk apa aku marah?”
Zustika hanya terdiam. Aku mencintaimu, malaikatku. Katanya dalam hati. Ketika ia sedang
melamun, suara ponsel terdengar, nada dering ponselnya berbunyi.
“Sayang,
hujannya lebat. Aku berteduh sebentar ya? Jalanan juga sedang licin sekali.”
“Aku tidak
mau tahu, pokoknya kamu harus sampai di sini, dua puluh lima menit lagi.
Titik!”
“Sayang,
hujan leb--”
Telepon segera Zustika matikan lagi.
Benarkan? Gana pasti datang. Ia pasti menemuiku. Sebenarnya aku juga tidak tega melihat Gana hujan-hujanan. Tapi, karena aku sudah menyiapkan rencana, aku memaksa. Ucapnya dalam hati.
Benarkan? Gana pasti datang. Ia pasti menemuiku. Sebenarnya aku juga tidak tega melihat Gana hujan-hujanan. Tapi, karena aku sudah menyiapkan rencana, aku memaksa. Ucapnya dalam hati.
Ia tak mau tahu, Gana harus sampai di sini
pada saat yang ia inginkan. Zustika masuk kedalam rumah untuk mengganti pakaian
dan menyiapkan handuk untuk Gana ketika ia sampai di sini dengan basah. Gana
pasti kedinginan.
Beberapa menit ketika ia sedang menyiapkan
sesuatu untuk kekasihnya, ponselnya kembali berdering. Bukan telepon, melainkan
pesan singkat yang masuk.
Gana Malaikatku: Sayang, hujannya
tambah lebat. Jalanan berkabut.
17 menit lagi. Balasnya singkat.
Zustika
kembali menatap ke arah jalan raya yang ada di depan rumahnya. Benar, hujan
sangat lebat, petir saling bersahutan, suara gemuruh awan kembali terdengar
olehnya.
“Ah
sudahlah. Gana sudah biasa seperti ini. Dia pasti datang tepat waktu.” Ucapnya.
Ia kembali memastikan tentang apa-apa yang
sedang dipersiapkan untuk kekasihnya. Semuanya sudah lengkap. Kini ia tinggal
menunggu Gana. Ia berharap semua sesuai rencananya. Semuanya akan menjadi hal
yang takkan terlupakan olehnya, tentu Gana juga. Ia tak sabar menunggu Gana
datang.
Kali ini, ia janji pada dirinya sendiri.
Ia akan menjadi pribadi yang lebih baik lagi untuk kekasihnya, ia tak akan lagi
egois. Ia akan mencoba menjadi wanita yang bisa berbakti pada pasangannya.
Beberapa hari yang lalu, Gana sempat berbicara olehnya. Ia bilang. Selepas
wisuda, ia akan datang menemui keluarga Zustika dan akan segara menikahinya.
Saat itu Zustika hanya terdiam. Sebenarnya
dalam hati Zustika, ia ingin berteriak. Dan mengatakan kepada Gana bahwa ia
sangat bahagia. Namun, tetap saja. Ia adalah wanita egois, ia tak ingin
terlihat terlalu berlebihan di depan kekasihnya.
Sudah sepuluh menit berlalu. Sebentar lagi
pasti Gana akan sampai. Ia menatap kaca cermin, merapihkan penampilannya. Ia
telah berencana ketika Gana datang, ia akan memberinya handuk dan memeluknya
serta meminta maaf karena telah menjadi wanita yang berlebihan selama ini. Ia
memastikan wajahnya terlihat tetap cantik, meski ia telah lelah menyiapkan
segala hal. Memastikan raut wajahnya yang tenang untuk menunggu kekasihnya
sampai. Dan ia berjanji ini yang terakhir kalinya ia mengerjai kekasihnya dan
memperlakukan kekasihnya dengan tidak baik. Setelah ini, ia akan berubah
menjadi wanita yang lembut, ia akan berubah jadi wanita yang tidak lagi egois.
Ia rasa sudah selayaknya ia membalas kesabarannya kekasihnya selama ini.
Kesabaran Gana menghadapi dirinya selama dua tahun lebih. Dua tahun bersama
ego-nya. Dua tahun bersama sikap anehnya.
****
Sepanjang kisah percintaannya. Gana lah
yang paling mampu bersabar atas semua yang ia perlakukan kepada lelaki lain.
Gana yang dapat melampaui fase ini. Dulu ada beberapa laki-laki yang sempat ada
di hidupnya. Namun, tidak berlangsung lama hubungan mereka. Karena sikap
Zustika yang telah berlebihan, dan kebanyakan dari mereka tidak tahan dan
akhirnya memilih menyerah. Mungkin benar, Gana memang bukan laki-laki yang
sempurna seperti kekasihnya terdahulu. Akan tetapi, Gana adalah malaikat
menurutnya. Yang mampu bersabar dalam setiap waktu.
Ia kembali menatap jam dinding yang terus
bergerak maju, jemarinya mengetuk-ngetuk meja yang ada didepannya. Dan
sekeliling ruangan yang Zustika susun telah tertata rapih. Ia berharap Gana
bisa bahagia dengan semua ini. Ia akan berubah untuk Gana.
Ketika ia sedang menunggu, entah kenapa
tiba-tiba ia merasakan dadanya terasa sesak seketika. Ada debaran yang tidak
karuan di dalam dadanya. Ia mencoba menenangkan dirinya. Mencoba mengenang saat
pertama kali Gana menyatakan perasaan cinta padanya.
Pada saat malam tahun baru itu Gana
menyatakan rasanya kepada Zustika, sambil ditemani petasan-petasan yang menghiasi langit, dan setangkai mawar merah ia
berikan pada Zustika kala itu. Di tempat ini. Di beranda rumahnya tempat ia
menanti kekasihnya hari ini. Ia masih ingat saat ia sakit, Gana yang
menemaninya. Setiap hari ia selalu datang dan menemaninya dirumah sakit, tidak
pernah hilang sekalipun. Bahkan untuk mengambil pakaian gantinya saja ia mau
dengan membawa dari rumah Zustika. Gana memang luar biasa. Ketulusannya.
Itu yang membuat Zustika tidak menemukan
pada siapa pun. Hanya ia. Dia bukan hanya pacar, tapi sekaligus calon suami
idaman.
“Halo, kami
dari rumah sakit Harapan, betul ini dengan temannya, Saudara Gana Baskara
Putra?” Suara perempuan terdengar diponselnya.
“Iya. Saya,
Zustika. Saya kekasihnya, Gana kenapa ya?”
“Sebaiknya,
saudara Zustika segera datang kerumah sakit!”
Zustika menutup telepon itu. Ia bergegas
menuju rumah sakit. Semua persiapan yang tertata rapi ia tinggalkan begitu
saja. Ia melaju dengan mobilnya. Menuju rumah sakit Harapan. Rasa gundah dan
gelisah terus menyelinap dalam pikirannya. Ia mulai memikirkan hal-hal yang
tidak karuan.
“Ada apa dengan Gana? Aku merasa bersalah
dengan apa yang kuperbuat. Memintanya hujan-hujanan dan untuk tetap datang
kesini tepat waktu. Aku menyesal.” Ucapnya.
****
Ia sampai di depan pintu kamar rumah
sakit, ia melangkah dengan tergesa-gesa. Kamar 27. Ia menatap Gana terbaring di
tempat tidur. Kepalanya dilingkari kain putih, dan seluruh tubuhnya terlihat ada
banyak bercak darah. Sontak matanya memanas. Hatinya tak karuan. Air matanya
jatuh dari pelupuk mata, membasahi pipinya yang sedari tadi sudah berdandan
cantik untuk dilihat kekasihnya.
Kenapa kekasihku? Kenapa malaikatku? Tuhan, dia adalah malaikat yang aku
impikan. Aku mohon! Jangan ambil dia, Tuhan. Ini salahku. Ucapnya dalam hati.
Saat dokter menatap kearah Zustika,
memberikan ia isyarat yang tidak bisa ia mengerti.
“Kamu
Zustika?” Tanya dokter itu.
“Iya, Dok.
Saya Zustika. Saya pacarnya.”
“Sedari tadi
dia hanya menyebut namamu. Zustika. Lalu tiba-tiba tak sadarkan diri. Dia
kecelakaan. Mungkin karena berkendaraan dalam hujan. Kakinya patah. Kemungkinan
dia akan lumpuh. Dan kepalanya menabrak tiang listrik di pinggir jalan. Pun
kemungkinan juga tidak bisa lagi melihat.” Tutup dokter itu, lalu berjalan
meninggalkan ruangan.
Sekarang hanya ada ia dan Gana yang terdiam
dalam suatu ruangan. Sunyi. Beberapa menit kemudian soeorang perawat datang
memberikan sesuatu pada Zustika. Sebuah kotak kecil.
“Kami menemukan ini di saku saudara Gana.”
Lalu dia kembali pergi, seisi ruangan kembali sunyi. Ia diam, menatap Gana dan
memegang sebuah kotak kecil. Tak ada suara sedikit pun, hanya tetesan air mata
yang terus berjatuhan membahasi lantai ruangan. Ia berusaha mengusap tangisnya.
Namun gagal. Air matanya mebuncah tak terkira. Sebuah kotak kecil berisikan
cincin. Ternyata Gana menepati janjinya, ia ingin melamar Zustika. di hari
ulang tahun Zustika yang ke dua puluh lima. Hari ini. Hari yang telah di siapkan
untuk mengerjai dirinya, Gana. Nyatanya, pada hari ini juga Gana kehilangan
kakinya. Kehilangan penglihatannya.
****
Dua tahun berlalu. Sore ini ia meniup
lilin berdua, sekarang Zustika telah menjadi istri Gana. Zustika berjanji akan
menjaga sepanjang hidupnya. Ia tak ingin kehilangan malaikatnya. Ia berjalan
mendorong kekasihnya keluar rumah, dengan menggunakan kursi roda. Senyumnya
masih sama. Sampai sekarang tidak ada yang berubah sikap Gana sekalipun. Ia
tidak pernah marah pada Zustika.
“Kaki
dan penglihatanku bisa saja hilang, Zustika. Tetapi, rasa cintaku selalu ada
untukmu,” Gana mengecup keningnya.
“Selamat ulang tahun, suamiku. Selamat
ulang tahun malaikatku.”
Akhirnya wanita itu menyadari, bahwa apa
yang ia lakukan selama ini teramat salah. Ia menyadari, saat kita mencintai
seseorang, kita juga harus menghargai perasaannya. Bukan hanya menuruti kemauan
dan keegoisan kita sendiri. Kadang, hanya karena seseorang terlalu mencintai,
ia rela melakukan apapun demi melihat pasangannya bahagia. Meski terkadang
mengorbankan segala waktunya, terkadang harus mengorbankan kebahagiaan dirinya
sendiri, demi seseorang yang ia cintai. Harus mengabaikan segala waktu yang
seharusnya ia gunakan. Keegoisan yang tidak terkendali menyebabkan penyesalan
di suatu hari nanti.
Komentar
Posting Komentar