Dulu sebelum kepergianmu, aku sempat percaya. Bahwa aku memang satu-satunya yang kau pinta. Dulu sebelum engkau memilih beranjak pergi, aku sempat yakin bahwa malaikat menjaga agar cinta kita saling melengkapi.
Aku kira memang seperti itu takdirnya, pun nyatanya hanya semata-mata bualan saja.
Pada saat itu, kau dan aku pernah menjadi sepasang temu yang saling membahagiakan. Sebelum akhirnya kita saling melupakan. Kini, kau sudah tertawa bersama dirinya. Tunggu. Bukan hanya kau saja yang sedang tertawa, pun aku juga sedang tertawa. Iya. Menertawakan perihal luka.
Jadi sebelum bulan dan gemintang kembali hilang, sekarang aku hanya ingin mengenang. Tentang apa-apa yang sudah terlewati, tentang bahagia yang sudah terhenti. Karena setelah mengingat luka ini, aku kembali bersembunyi. Bersembunyi dalam topeng bahagia yang sebetulnya hanya sebatas pura-pura. Kembali lagi mengecap sunyi dalam setiap keramaian. Bersandiwara lagi dibalik kesengsaraan.
Aku kira memang seperti itu takdirnya, pun nyatanya hanya semata-mata bualan saja.
Pada saat itu, kau dan aku pernah menjadi sepasang temu yang saling membahagiakan. Sebelum akhirnya kita saling melupakan. Kini, kau sudah tertawa bersama dirinya. Tunggu. Bukan hanya kau saja yang sedang tertawa, pun aku juga sedang tertawa. Iya. Menertawakan perihal luka.
Jadi sebelum bulan dan gemintang kembali hilang, sekarang aku hanya ingin mengenang. Tentang apa-apa yang sudah terlewati, tentang bahagia yang sudah terhenti. Karena setelah mengingat luka ini, aku kembali bersembunyi. Bersembunyi dalam topeng bahagia yang sebetulnya hanya sebatas pura-pura. Kembali lagi mengecap sunyi dalam setiap keramaian. Bersandiwara lagi dibalik kesengsaraan.
Komentar
Posting Komentar